Peristiwa Qurban biasa dikaitkan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail A.S. melihat lebih jauh lagi sejarah kehidupan ummat manusia yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan Qurban sebagai tanda ketaatan kepada-Nya, yaitu peristiwa Qabil dan Habil. Peristiwa ini diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 27-28: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, Aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
Dalam ayat di atas, Allah telah menceritakan kepada kita ketika memerintahkan dua anak Adam untuk mempersembahkan Qurban dari apa yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada keduanya. Habil mempersembahkan ternak terbaik yang dia miliki, sementara Qabil mempersembahkan hasil pertanian terburuk yang dia dapat. Allah SWT menerima persembahan Habil karena keikhlasannya dan menolak persembahan Qabil karena ketidak ikhlasannya. Kemudian kita saksikan kedengkian Qabil terhadap Habil sehingga terjadilah pembunuhan pertama di muka bumi.
Sejak saat itu, terbelahlah manusia menjadi dua golongan. Golongan pertama, adalah manusia yang percaya dan taqwa kepada Allah SWT dengan segala keikhlasan dan sangkaan baiknya. Golongan kedua, adalah manusia yang ingkar dan tidak percaya kepada janji Allah SWT. Golongan yang ke dua ini senantiasa memendam rasa dengki kepada orang-orang yang mengharapkan ridla Allah SWT dengan ketaqwaannya. Sejak saat itu dunia dipenuhi dengan penindasan oleh manusia pengikut-pengikut Qabil yang selalu berusaha menghancurkan kebenaran, memadamkan cahaya agama Allah SWT dengan kebencian dan kedengkiannya.
Kita saksikan dalam lintasan sejarah umat manusia, tiap zaman selalu lahir pengikut-pengikut Qabil berhadapan dengan pengikut Habil. Kita saksikan Namrudz, penguasa lalim, yang berhadapan dengan Ibrahim a.s. Fir’aun yang berhadapan dengan Musa a.s. dan suatu bangsa yang menindas bangsa lainnya dengan semena-mena tanpa sebab hingga di zaman ini.
Disamping itu, kita juga tetap disuguhi dengan lahirnya Habil-Habil baru di tiap zaman yang senantiasa akan berusaha mentaati perintah Allah SWT dengan sepenuh hati dan keyakinan. Mereka selalu siap mempersembahkan apa saja yang mereka miliki demi meraih ridla Allah SWT. Karena mereka yakin dengan janji Tuhannya. Mereka mengerti bahwa kehidupan ini semuanya adalah ujian untuk menilai siapa diantara kita yang paling baik amalnya. Dalam QS. Al-Mulk ayat 2 Allah SWT berfirman :
“Dia (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji mu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”,
Untuk itu kita diperintahkan Allah SWT agar mengikuti millah Ibrahim, sebagaimana Firman-Nya dalam QS. An-Nisa ayat 125: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”
Dan kita tahu, puncak dari keteladanan Ibrahim ditunjukkan Allah SWT melalui firman-Nya di dalam QS. Ash Shaffat ayat 102: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Kisah di atas menjadi pelajaran bagi kita semua. Sekali kita nyatakan telah beriman, berarti kita harus senantiasa siap mengorbankan apapun karunia Allah SWT yang ada pada diri kita. Bagai Ibrahim, sudahkah kita siap mengorbankan Ismail-ismail kita? Sudahkah kita siap mengorbankan yang paling kita cintai, untuk memenuhi panggilan Ilahi, untuk kita dipersembahkan demi terlaksananya kewajiban dari Allah SWT?
Qurban yang telah disyariatkan oleh Allah SWT atas ummat manusia bukanlah sekedar ritual setahun sekali dengan menyembelih binatang qurban. Tetapi, sepanjang tahun, sepanjang waktu dan setiap saat kita harus selalu dengan ikhlas mau mengorbankan apapun yang melekat pada diri kita untuk menggapai ridla Ilahi. Untuk itu, kita harus letakkan ketaatan, kecintaan dan harapan kita pada Allah di atas segalanya. Karena Allah telah siap membayar ketaatan itu dengan surgaNya. Sebagaiman firman-Nya dalam QS. At-Taubah ayat 111: “Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”
Tetapi, tampaknya di tengah-tengah kehidupan masyarakat ini, terlalu banyak peringatan Allah SWT yang terabaikan. Terlalu banyak kewajiban yang tidak kita tunaikan. Terlalu banyak karunia Allah yang tidak kita manfaatkan untuk menggapai ridla-Nya. Sebagi kaum Muslimin, masih sering kita terpedaya pada kehidupan dunia, silau dengan kenikmatannya, lupa akan kewajibannya. Bahkan sering kita merasa bahwa seluruh yang kita miliki didapat karena kepandaian kita belaka. Tak beda dengan sikap Qarun di zaman Musa.
Kita tiba-tiba menjadi seperti orang miskin ketika datang kewajiban atas harta kita. Kita tiba-tiba menjadi seperti orang yang lemah tak berdaya, ketika datang kewajiban atas kekuasaan kita. Kita tiba-tiba menjadi seperti orang yang sibuk ketika datang kewajiban atas kesempatan kita. Kita tiba-tiba menjadi seperti orang bodoh, ketika datang kewajiban atas ilmu kita.Pokoknya kita akan menjadi seperti yang sebaliknya, ketika datang kewajiban apapun atas diri kita. Semoga kita semua bisa mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah keluarga nabi Ibrahim A.s dan Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersyukur dan selalu berbagi dalam kondisi apapun. Amiin..
oleh : Ustadz Ir. Syarief Baasyir